Argumen Moeldoko Beberkan Hak Politik Presiden dan Menteri: Boleh Kampanye Sesuai UU!

- 26 Januari 2024, 17:14 WIB
Moeldoko usai melaksanakan salat Jumat di Kecamatan Singosari
Moeldoko usai melaksanakan salat Jumat di Kecamatan Singosari /Vicki Febrianto/Antara

MALANGRAYA.CO - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengklarifikasi hak politik Presiden dan para Menteri dalam berpartisipasi dalam kampanye pemilu.

Dalam pernyataannya di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Moeldoko menegaskan bahwa Presiden RI Joko Widodo serta para menteri memiliki hak demokrasi dan politik untuk mengikuti kampanye, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Presiden sebagai figur politik memiliki hak-hak politik yang melekat, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam kampanye pemilu," ujar Moeldoko usai melaksanakan salat Jumat di Kecamatan Singosari.

Penjelasan ini menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa presiden dan menteri memiliki hak demokrasi dan politik untuk berpartisipasi dalam kampanye.

Moeldoko menjelaskan bahwa hak politik ini bukan hanya melekat pada presiden saja, tetapi juga pada wakil presiden, seluruh menteri, dan pejabat publik yang berstatus sebagai anggota partai politik.

Aturan yang mengizinkan presiden dan wakil presiden untuk berkampanye tercantum dalam Pasal 299 Undang-Undang Pemilu. Aturan ini juga berlaku untuk pejabat negara lainnya, baik yang berstatus anggota partai politik maupun yang bukan.

"Undang-undang dengan jelas menyatakan bahwa presiden, wakil presiden, para menteri, dan seluruh pejabat publik memiliki hak untuk melakukan kampanye. Standar hukumnya jelas dan harus diikuti," tegas Moeldoko.

Penegasan Moeldoko ini menanggapi adanya sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju yang terlibat sebagai tim sukses untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2024.

Sesuai dengan aturan, presiden, wakil presiden, dan pejabat negara diperbolehkan untuk berkampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara.

Moeldoko menekankan pentingnya memahami batasan hukum dan tidak menilai situasi dengan standar perasaan. "Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi. Semua harus beracuan pada hukum, bukan perasaan," ucapnya.

Halaman:

Editor: Yudhista AP

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x