Budaya Usang Pragmatisme Politik dan Meningkatnya Hopeless Di Masyarakat

- 8 Desember 2023, 08:35 WIB
Muhammad Nashir  - penyair asal Malang, saat ini tinggal di Paiton
Muhammad Nashir - penyair asal Malang, saat ini tinggal di Paiton /M. Nashir /@nashir_ngeblues

Selama ini, dalam suatu perkumpulan, obrolan politik yang di bicarakan selalu saja menyikapi fakta realitas politik yang sedang terjadi (pragmatisme). Sehingga, semua kemungkinan yang dilakukan antar kelompok hampir semua sama - strategi yang akan mereka lakukan, hanya tinggal siapa mendahului siapa.

Tidak ada kajian dan rumusan untuk melakukan satu gerakan yang lebih revolusioner guna membangun sebuah perubahan dalam budaya berpolitik.
Selama ini budaya politik benar-benar sudah menganut paham pragmatisme.

Proses membangun pencitraan yang dilakukan pun juga pragmatis dan nyaris semua strateginya sama. Dalam proses pencitraan yang pragmatis tersebut, juga cenderung tidak memberikan pelajaran yang baik pada masyarakat, tidak juga menghasilkan sesuatu penilaian yang baik dari masyarakat. Sehingga, dalam kurun waktu yang cukup panjang sejak usai reformasi, tidak ada perubahan yang dinamis dalam membangun perubahan pendidikan budaya politik di tengah masyarakat.

Pola kerja pragmatisme itu menghasilkan strategi yang sangat buruk: menarik simpati dengan memberikan uang kepada sebagian masyarakat. Itu dianggap sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat.
Saling mengejek, menghina dan merendahkan, juga membuat ilustrasi seolah lawan politik penuh kesalahan dalam perjalanan politik dan hidupnya.
Mengobral kata bijak di baliho-baliho, meskipun semua kata bijak itu sama sekali belum pernah diaplikasikan dalam kehidupannya.
Semua itu hanya bentuk kamuflase dan semu yang justru berdampak sangat buruk pada psikologi dan mental sosial masyarakat.

Pola dan strategi kerja politik baik itu, individu dalam partai manapun, cara kerja partai masih pola lama. Yang terbukti tidak pernah membawa hasil perubahan yang baik di tengah masyarakat, kecuali justru menambah tingkat keraguan dan hoples masyarakat terhadap para calon yang maju. Baik itu dalam Pilkada, Pileg, maupun Pilpres.

Pertanyaannya adalah: Adakah seseorang pada saat ini yang berani dan segera bergerak untuk membangun perubahan yang mendasar dengan melakukan strategi-strategi yang lebih revolusioner dan menancap di ingatan juga hati masyarakat?

Umpamanya dengan menjalankan suatu program kerja bersama dengan masyarakat, jauh sebelum pesta demokrasi itu berlangsung. Program kerja bersama itu bisa dengan UMKM, seniman, tokoh agama dan lain-lain, untuk membuat sesuatu yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Dan, membuat ghirah kecintaan dan keprcayaan masyarakat atas kerja para calon wakil rakyat atau pemimpinnya.

Strategi revolusioner dengan pergerakan senyap, seperti yang di lakukan oleh Fidel Castro atau Mao Tse-Tung dalam pergerakan perlawanan politik kekuasaan yang korup dengan menjalankan Strategi Desa Mengepung Kota, dalam konteks negara yang sudah merdeka. Para calon wakil rakyat atau pemimpin tersebut membuat prgram yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat dengan strategi yang menyesuaikan wilayah, kekuatan SDM dan SDA, juga perangkat modern yang dimiliki.

Muhammad Nashir
(Nashir Ngeblues)***

Editor: Yudhista AP


Tags

Artikel Pilihan

Terkini