Sejarah Cokelat di Valentine Day, Benarkah Ungkapan Kasih Sayang?

- 14 Februari 2024, 01:15 WIB
Sejarah cokelat di Hari Valentine.
Sejarah cokelat di Hari Valentine. /Unsplash.com/@saracervera

MALANGRAYA.CO – Tanggal 14 Februari dirayakan banyak orang sebagai Hari Kasih Sayang atau Valentine Day, momen untuk mengekspresikan cinta melalui hadiah. Selain bunga, salah satu hadiah yang juga kerap diberikan adalah cokelat. Lantas, bagaimana awal mula cokelat menjadi kado dan apa makna di baliknya?

Seperti dilansir dari Independent, sejarah cokelat hingga akhirnya identik dengan Hari Valentine bisa ditelusuri pada abad ke-19. Saat itu, orang-orang zaman Victoria tahu betul tentang potensi cokelat sebagai alat rayuan. Buku etiket dan pengiklan cokelat sama-sama mendukung pandangan bahwa pertukaran cokelat antara laki-laki dan perempuan sama saja dengan pernyataan cinta.

Memberi seorang remaja putri sekotak cokelat adalah cara bagi seorang pria untuk menunjukkan kasih sayangnya, sekaligus menunjukkan selera dan kebijaksanaannya dalam memilih kotak yang cocok. Produsen, sementara itu, bekerja keras untuk meyakinkan konsumen bahwa ada hubungan langsung antara jumlah uang yang dikeluarkan dan intensitas emosi.

Produsen lantas memproduksi banyak cokelat kemasan, mulai dari bonbon sederhana hingga kumpulan cokelat mahal yang dibungkus dengan beberapa lapisan dan pita yang meniru pakaian yang dikenakan oleh perempuan zaman Victoria. Para sejarawan telah mencatat kesamaan yang menarik antara kotak-kotak permen yang diselubungi dengan rumit dan lapisan renda, crinoline, dan sutra yang menyembunyikan hadiah.

Karena cokelat sangat erat kaitannya dengan pacaran dan seks, buku etiket zaman Victoria memperingatkan bahwa gadis lajang tidak boleh menerima cokelat dari laki-laki yang tidak memiliki hubungan keluarga atau bertunangan. Sementara itu, tabu bagi perempuan untuk memberikan cokelat kepada laki-laki.

Apakah cokelat merupakan afrodisiak? Masih perlu banyak pembuktian, tetapi cokelat, kata sebuah risalah medis, membuat orang sehat, dan mendorong mereka ke Venery. Penulis lain berpendapat bahwa cokelat mungkin membantu mengimbangi impotensi yang disebabkan oleh terlalu banyak kopi.

Di sisi lain, orang zaman dahulu sangat menghindari secangkir cokelat panas. Produk kakao yang saat ini digambarkan dengan pasangan lanjut usia atau mungkin anak kecil yang memakai piyama dulunya berbau seksualitas. Laki-laki sangat takut perempuan akan menggunakan kekuatan gaib untuk menyihir mereka dengan secangkir cokelat ajaib.

Arsip Inkuisisi Spanyol penuh dengan kecaman terhadap perempuan yang dikatakan telah ‘mengikat’ laki-laki malang dengan secangkir cokelat panas, sehingga tidak bisa berhubungan seks dengan orang lain. Francisco de las Casas misalnya, mengeluh bahwa sejak dia minum cokelat bersama Michaela de Orbea, dirinya menjadi impoten dengan perempuan lain. Dia yakin itu adalah hasil dari mantra sihir yang disembunyikan di dalam minuman.***

Editor: Anang Panca Kurniawan

Sumber: Independent


Tags

Artikel Pilihan

Terkini