MALANGRAYA.CO - Sejumlah jurnalis dari wilayah Malang raya telah menyuarakan penolakan mereka terhadap draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran, khususnya UU Nomor 32 tahun 2022. Menurut mereka, revisi yang diusulkan dapat menghambat proses jurnalistik. Demonstrasi ini dilaksanakan di gedung DPRD kota Malang pada Jumat, (17/5/2024).
Dalam aksi tersebut, para jurnalis memperlihatkan poster yang menyuarakan kritik terhadap draf revisi UU Penyiaran, dengan tulisan seperti 'RUU Penyiaran = Pembungkaman' dan 'RUU Penyiaran = Pembungkaman Demokrasi'. Delapan poin penting juga disampaikan sebagai bagian dari pernyataan sikap mereka.
Para jurnalis melakukan aksi teaterikal dengan menempelkan stiker di mulut sebagai simbol pembungkaman informasi kepada publik.
Selain itu, mereka juga melakukan aksi jalan mundur sejauh kira-kira 100 meter dari Balai Kota menuju Gedung DPRD Kota Malang.
Koordinator aksi, Benni Indo, menekankan bahwa larangan penayangan eksklusif konten investigatif bertentangan dengan prinsip demokrasi, serta berseberangan dengan kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU Pers.
"Pasal yang ambigu dalam draf revisi, terutama pasal 50B ayat 2 huruf k, dapat menimbulkan berbagai interpretasi dan berpotensi digunakan sebagai alat untuk membungkam serta mengkriminalisasi jurnalis," ungkapnya.
Benni Indo juga menyoroti bahwa penyelesaian sengketa penyiaran yang kini berada di bawah wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat mengintervensi independensi jurnalistik.
![Koordinator aksi Benni Indo saat orasi, terkait larangan penayangan eksklusif konten investigasi tidak sesuai dengan napas demokrasi.](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/64x87:1279x855/x/photo/2024/05/17/4043120357.jpeg)
Hal ini dikarenakan KPI merupakan lembaga yang dibentuk oleh keputusan politis di DPR, sementara UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers menetapkan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.