Rupiah Ambrol! Nilai Kurs Tembus Rp16.000 per Dolar AS di Tengah Keramaian Libur Lebaran

- 12 April 2024, 00:06 WIB
Ilustrasi - Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing
Ilustrasi - Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing /ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa/am

MALANGRAYA.CO – Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami eskalasi pada periode libur Lebaran tahun ini, dengan angka penutupan yang mengejutkan, mencapai Rp16.000. Fenomena serupa terakhir kali tercatat pada bulan Maret 2020, menurut pengamatan Dionisio Damara Tonce dari Bisnis.com.

Dalam pantauan terakhir dari Google Finance, rupiah berada pada posisi Rp16.005 per dolar AS pada Kamis malam, 11 April 2024, pukul 23.00 WB. Angka ini menunjukkan penurunan tipis namun signifikan dari hari sebelumnya, yang tercatat Rp16.002.

Momentum Ramadan dan Idulfitri yang biasanya meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat, kali ini mencapai estimasi penambahan sebesar Rp170 triliun. Namun, kondisi ini tidak mampu menyokong penguatan rupiah, terutama dengan adanya tekanan inflasi terkini.

Baca Juga: Rupiah Terperosok Mendekati 16 ribu per USD! Dolar AS Mendominasi Pasar Keuangan Global

Menengok data historis, nilai tukar rupiah sempat berada pada level yang serupa pada 3 April 2020, di mana mata uang Garuda ini menyentuh angka Rp16.300 per dolar AS. Pelemahan lebih dalam terjadi pada 20 Maret 2020, dengan nilai tukar yang tercatat oleh Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI adalah Rp16.273 per dolar AS.

Perkembangan terkini dari pasar global menambah tekanan pada rupiah. Data inflasi bulan Maret dari Amerika Serikat, yang dirilis oleh Reuters pada 11 April 2024, menunjukkan kenaikan consumer price index (CPI) yang melampaui ekspektasi. Pemicunya adalah kenaikan biaya bahan bakar dan sewa perumahan yang berkelanjutan di negara tersebut.

Menanggapi kondisi ini, pasar keuangan global mengindikasikan bahwa The Federal Reserve (The Fed) mungkin akan menunda pemangkasan suku bunga hingga September 2024. Sebelumnya, Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, mengemukakan bahwa ketidakpastian arah suku bunga global meningkat, diperparah oleh sikap bank-bank sentral utama yang beragam dalam menetapkan kebijakan moneter.

Baca Juga: Gelombang Ekonomi Global: Rupiah di Tengah Sentimen Risk-Off Global, Tersandung di Awal Pekan

Sementara European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) memberikan sinyal dovish yang mengarah pada kemungkinan pemotongan suku bunga lebih awal tahun ini, Swiss National Bank (SNB) telah menjadi pelopor dengan pemangkasan suku bunga acuan pertama di tahun ini, sejalan dengan inflasi yang konsisten di bawah target.

Dalam konteks domestik, kondisi nilai tukar rupiah yang melemah ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap ekonomi Indonesia. Pelemahan rupiah dapat mempengaruhi biaya impor dan inflasi lokal, yang pada akhirnya berpotensi mempengaruhi daya beli masyarakat. ***

Editor: Yudhista AP

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah