Jamaah haji Indonesia yang meninggal di Tanah Suci mendapat penanganan sesuai prosedur. Ketika ada jemaah meninggal, tenaga kesehatan akan membuat Certificate of Death (COD). Setelah itu, petugas akan berkoordinasi dengan kantor maktab atau kantor sektor atau kantor daker untuk melengkapi persyaratan administrasi lainnya, seperti surat kesediaan dimakamkan.
"Setelah administrasi disiapkan, biasanya diserahkan ke Masyariq atau Maktab untuk proses pemulasaraan," jelas Indro.
Periode Armuzna diawali pada 8 Zulhijjah seiring keberangkatan jemaah haji Indonesia dari hotel di Makkah menuju Arafah untuk menjalani wukuf. Dari Arafah, jamaah bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit (menginap), dilanjutkan ke Mina. Jamaah menginap di Mina selama minimal tiga hari, sejak 10 Zulhijjah. Fase puncak haji berakhir pada 14 Zulhijjah, ditandai kembalinya jamaah yang mengambil Nafar Tsani dari Mina ke hotel di Makkah.
Baca Juga: Kisah Pilu Puluhan Jemaah Indonesia: Salah Visa, Dilarang Haji Selama 10 Tahun!
Mengingat cuaca di Saudi yang panas, sembari menunggu jadwal kepulangan, Indro berpesan kepada jamaah agar membatasi aktivitas keluar hotel, terutama bagi jamaah dengan kondisi kesehatan risiko tinggi (risti) dan lanjut usia (lansia). "Menghabiskan sisa waktu di Tanah Suci untuk memperbanyak aktivitas tanpa mempedulikan kondisi kesehatan adalah keliru. Bahkan, hal itu justru bisa membahayakan," tegasnya. ***