Mendapat Dukungan Abu Bakar Ba'asyir, Baik atau Bumerang bagi Anies Baswedan?

- 31 Januari 2024, 09:47 WIB
Dukungan Abu Bakar Ba'asyir mungkin bisa menjadi bumerang bagi Anies Baswedan dalam Pemilu 2024.
Dukungan Abu Bakar Ba'asyir mungkin bisa menjadi bumerang bagi Anies Baswedan dalam Pemilu 2024. /Instagram.com/aniesbaswedan

MALANGRAYA.CO – Calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan, dikabarkan mendapatkan dukungan dari Abu Bakar Ba’asyir, ulama yang pernah memimpin kelompok ekstremis di balik tragedi bom Bali tahun 2002. Meskipun bisa membuatnya memenangkan beberapa suara, tetapi dukungan Abu Bakar Ba’asyir dan beberapa tokoh agama garis keras lainnya bisa menjadi bumerang bagi Anies.

Dilansir dari Nikkei Asia, dalam rekaman audio yang menjadi viral di media sosial bulan ini, Abu Bakar Ba’asyir menggambarkan mantan pemimpin Jakarta itu sebagai kandidat yang akan berusaha memerintah negara ini dengan hukum Islam semaksimal mungkin. Dukungan tersebut muncul hanya beberapa minggu sebelum Pemilu 2024 diadakan pada pertengahan Februari mendatang.

“Deklarasi Abu Bakar Ba’asyir akan berdampak buruk bagi Anies karena semakin memperkuat pandangan masyarakat bahwa Anies adalah bapak politik identitas yang didukung kelompok radikal,” kata peneliti senior di Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Muhamad Taufiqurrohman.

Ba’asyir membantah terlibat dalam serangan di Bali, yang menewaskan 202 orang ketika bom menghancurkan dua klub malam di sana. Keyakinannya atas tuduhan konspirasi atas serangan Bali kemudian dibatalkan oleh pengadilan tinggi. Pada tahun 2021, ia dibebaskan setelah satu dekade dipenjara karena hubungannya dengan kamp pelatihan militan di Aceh.

Sebenarnya, Ba’asyir bukan satu-satunya tokoh garis keras yang mendukung Anies dalam Pilpres mendatang. Ia juga mendapat dukungan dari Abdul Somad, seorang ulama yang pernah ditolak masuk ke Singapura pada tahun 2022 lalu karena apa yang disebut oleh negara kota tersebut sebagai ajaran ekstremis dan segregasionis.

“Dukungan dari ulama garis keras berfungsi sebagai pengingat bagi komunitas non-Muslim di Indonesia dan Muslim moderat mengenai apa yang dilakukan Anies terhadap Ahok pada tahun 2017, dan akan menghalangi (mereka) untuk memilih dia,” ujar peneliti senior di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Alexander Arifianto, yang berbasis di Singapura.

Anies memenangkan pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2017 dengan merayu pemilih konservatif dan tampil di rapat umum dengan para pemimpin Islam garis keras yang berkampanye menggulingkan Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama, orang Kristen keturunan Tionghoa pertama yang memegang jabatan puncak di kota tersebut. Anies juga menghadiri aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan 212.

“Dukungan dari ulama seperti Abdul Somad dan Gerakan 212 akan lebih berperan dalam meraih suara konservatif dibandingkan dengan Ba’asyir, tokoh yang terpinggirkan karena pandangannya yang ekstrem. Jumlah kelompok Islam konservatif berkisar antara 15 sampai 20 persen dari seluruh pemilih di Indonesia, sebuah kelompok yang kecil tetapi signifikan,” sambung Arifianto.

Jumlah Muslim konservatif saja tidak cukup untuk memberikan kemenangan kepada Anies, sehingga ia juga harus mendapatkan suara dari Nahdlatul Ulama (NU) yang moderat, organisasi Muslim terbesar di Indonesia, dengan sekitar 90 juta pengikut. Anies dan pasangannya, Muhaimin Iskandar, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mengincar suara di provinsi kubu NU, Jawa Timur, yang memiliki jumlah pemilih terdaftar sebesar 31,4 juta.

“Dia membutuhkan suara yang signifikan dari NU, khususnya di daerah pertarungan. Anies memiliki peluang kompetitif karena ia didukung oleh kelompok Islam garis keras dan sekarang oleh sebagian besar ulama NU di Jawa Timur,” pungkas Arifianto.***

Editor: Anang Panca Kurniawan

Sumber: Nikkei Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah